This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Jumat, 23 April 2010
Sabtu, 10 April 2010
Lupakan Jasa dan Kebaikan Diri
Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.
Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.
Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.
Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, seberulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.
Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.
Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.
Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.
Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.
Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.
Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?
Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.
Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.
Selasa, 06 April 2010
KUNCI PENGOKOH JIWA
1. SIAP
Senantiasa menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali sehingga aku tidak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna.
Ikhtiar yang disertai niat yang sempurna itulah tugasku, perkara apapun yang terjadi kuserahkan sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku.
Aku harus sadar betul bahwa yang terbaik bagiku menurutku belum tentu terbaik bagiku menurut Allah, bahkan mungkin aku terkecoh oleh keinginan harapanku sendiri.
Pengetahuanku tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya. Sehingga betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetapi hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku.
2. RELA
Realitas yang terjadi yaa... inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani.
Emosional, sakit hati, dongkol, atau apapun yang membuat hatiku menjadi kecewa dan sengsara harus segera kutinggalkan karena dongkol begini, tidak dongkol juga tetap begini. Lebih baik aku menikmati apa adanya.
Lubuk hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh dan pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.
Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. Maka yang harus kulakukan adalah mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap, seledri, bawang goreng dan sambal agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati.
3. MUDAH
Meyakini bahwa hidup ini bagai siang dan malam yang pasti silih berganti. Tak mungkin siang terus menerus dan tak mungkin juga malam terus menerus. Pasti setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada akhirnya. Aku harus sangat sabar menghadapinya.
Ujian yang diberikan oleh Allah Yang Maha Adil pasti sudah diukur dengan sangat cermat sehingga tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena ia tak pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya.
Dengan pikiran buruk aku hanya semakin mempersulit dan menyengsarakan diri. Tidak, aku tidak boleh menzhalimi diiku sendiri. Pikiranku harus tetap jernih, terkendali, tenang dan proporsional. Aku tak boleh terjebak mendramatisir masalah.
Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan. Tak boleh lari dari kenyataan, karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya menambah permasalahan. Semua harus tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh menyerah, aku tak boleh kalah.
Harusnya segala sesuatu itu ada akhirnya. Begitu pun persoalan yang kuhadapi, seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah “Fa innama’al usri yusran, inna ma’al usri yusran” dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin dipungkiri oleh Allah. Karena itu aku tak boleh mempersulit diri.
4. NILAI
Nasib baik atau buruk dalam pandanganku mutlak terjadi atas izin Allah dan Allah tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia.
Ini pasti ada hikmah. Sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung di dalamnya bila disikapi dengan sabar dan benar.
Lebih baik aku renungkan kenapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku. Bisa jadi sebagai peringatan atas dosa-dosaku, kelalaianku, atau mungkin saat kenaikan kedudukanku di sisi Allah.
Aku mungkin harus berfikir keras untuk menemukan kesalahan yang harus kuperbaiki.
Itibar dari setiap kejadian adalah cermin pribadiku. Aku tak boleh gentar dengan kekurangan dan kesalahan yang terjadi. Yang penting kini aku bertekad sekuat tenaga untuk memperbaikinya. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.
5. AHAD
Aku harus yakin bahwa walaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa izin-Nya.
Hatiku harus bulat total dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap urusan.
Allah Mahakuasa atas segala-galanya karena itu tiada yang mustahil bila Dia menghendaki. Dialah pemilik dan penguasa segala sesuatu, sehingga tiada yang sanggup menghalangi jika Dia berkehendak menolong hamba-hamba-Nya. Dialah yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan-Nya.
Dengan demikian maka aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar mendekati-Nya dengan mengamalkan apapun yang disukainya dan melepaskan hati ini dari ketergantungan selain-Nya, karena selain Dia hanyalah sekedar mahluk yang tak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya.
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap urusannya dan diberi rizki dari arah yang tak diduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya." (QS [65] : 2-3)
Minggu, 04 April 2010
KRITERIA KEBAHAGIAAN DUNIA
Suatu hari Rasulullah bertemu dengan salah seorang sahabatnya yang kondisinya sangat memprihatinkan sehingga mengundang perhatian Rasul sampai Rasul bertanya, mengapa kamu menjadi seperti ini. Orang tersebut menjawabc dengan penuh percaya diri, bahwasanya dia menjadi seperti itu justru karena doanya. Doanya adalah : Ya Allah berilah saya kesengsaraan dunia dan jadikan kesengsaraan dunia sebagai indikator bahwa saya akan mendapat kebahagiaan akhirat. Mendengar jawaban itu Rasulullah hanya bersabda : inginkah aku tunjukkan doa yang lebih baik dari itu? Lalu dari peristiwa ini turunlah Surat Al-Baqarah ayat 201 "Robbana atina fiddunyaa hasanatan wa fil aakhiroti hasanatan waqinaa adzaabannaari" (Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka)
Jadi Rasul lebih suka kita punya sebuah kerangka berfikir bahwa kita berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akan mejadikan kebahagiaan dunia sebagai jembatan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Itusebenarnya yang lebih disukai Rasul. Dan bapak-ibu pada musim haji atau yang sudah pergi haji doa yang sering kita baca, doa itu. Jadi doa yang sudah sering kita dengar atau yang sudah familiar dengan pendengaran kitaitu doa yang sangat luar biasa.
Doa Robbana atina merupakan doa yang paling mewarnai ketika kita melaksanakan ibadah haji dan juga untuk kita yang tidak sedang melakukan ibadah haji tampaknya doa itu harus menjadi bagian urat nadi kehidupan kita. Kita minta diberikan kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat. Menurut Ibnu Abbas salah seorang ulama tafsir di kalangan sahabat pernah menyebutkan bahwa yang dimaksud kebahagiaan dunia itu ada 6 yaitu :
1. Pasangan hidup yang sholeh
Pasangan hidup yang terdapat dalam Al-Quran dalam surat At-Tahrim disebutkan ada 3 macam pasangan hidup kita yaitu :
a) Tipe pasangan hidup Nabi Nuh
Nabi Nuh orang sholeh beliau diberi umur hampir 1.000 tahun dan hampir dari seluruh umurnya habis untuk dakwah, tapi ternyata istrinya sendiri yang termasuk menentang dakwahnya. Ada tipe seperti ini suami tdk pernah ketinggalan sholat, shaum senin-kamis namun istrinya tidur saja.
b) Seperti Firaun
Kita kenal Firaun simbol kedzoliman dan ketakaburan. Apalagi ada 3 pencetus kesombongan yaitu : ilmu, kekayaan dan kekuasaan. 3 hal ini ada pada Firaun. Namun Firaun yang begitu dzolim dan takaburnya, kata Rasul ada 3 wanita sholehah (riwayat Imam Muslim):
- Khadijah : istri Rasulullah
- Maryam : ibunda nabi Isa
- Asiyah : istri Firaun
Tipe ini adalah istrinya taat beribadah namun sang suami jauh dari Allah
c) Keluarga Imron
Imron adalah orang sholeh, punya istri sholeh, punya anak (Maryam) orang sholeh dan cucu (Nabi Isa) juga sholeh. Sebenarnya bukan hanya keluarga Imron saja ada keluarga Rasulullah, keluarga Ibrahim namun mereka semua Nabi sedang Imron bukan Nabi.
Bagi yang belum menikah ada 4 kriteria pasangan hidup : ganteng/cantik, pinter, kaya dan sholeh. Namun setelah dicari tidak dapat 4 kriteria tersebut yang penting adalah hidup dan sholeh. Tentu harus klop antara doa dan ikhtiar, mencari pasangan sholeh jangan dicari di diskotek, cafe,dll tapi carilah di majelis taklim seperti ini.
2. Anak yang jadi penyejuk hati
Anak bisa jadi surga dunia atau neraka dunia. Walau keluarga pas-pasan tapi anaknya sholeh maka dianggap oleh lingkungan sebagai keluarga yang sukses/berhasil
3. Lingkungan yang sholeh
Kalau kita punya teman yang sholeh itu adalah kebahagiaan dunia. Tidak semua orang pintar/cerdas , arif dalam menghadapi persoalan. Tidak selamanya kecerdasan berbanding lurus dengan kebijaksanaan. Majelis taklim bukan hanya sekedar ilmu, tapi mencari teman-teman dan lingkungan yang sholeh. Nabi bersabda: Siapa yang duduk di majelis taklim dan niatnya ikhlas maka malaikat akan memberi barokah kepada majelis itu dan langkah yang dilakukan akan menjadi kifarah dosa-dosanya. Maka yang rumahnya jauh itu lebih bagus asal ikhlas.
4. Harta yang halal
Kalau yang menjadi paradigma kita atau tolak ukur kita itu harta yang banyak, hati-hati kita cenderung menghalalkan segala cara. Karena demi banyak itu. Tapi kalau tolak ukur kita itu harta yang halal insya Allah kita akan bekerja keras mencari yang halal, syukur-syukur bisa banyak. Sehingga bagaimanapun harta yang banyak itu akan memberikan kemudahan bagi kita dalam ber-taqarub kepada Allah.
5. Keinginan untuk memahami Islam dan mau mengamalkan
Ada keinginan/semangat untuk memahami Islam itu patut disyukuri sebab tanpa keinginan yang kuat dan karunia Allah kita tidak mungkin hadir disini. Problem terbesar yang dihadapi umat Islam adalah banyak yang mengakui dirinya muslim tapi tidak mau memahami Islam, itu problem kita.
6. Umur yang barokah
Nabi bersabda: Kalau kamu meninggal kamu akan mendengar derap kaki orangyang mengantarkan kamu itu pulang dan yang setia menemani adalah amal sholeh. Makanya ukuran kebahagiaan dunia adalah bagaimana kita bisa mengisi hidup dengan kesholehan. Usia makin bertambah, kita juga makin sholeh.